Anggota Kelompok:
1.
Angga Dwi
W (02)
2.
Bijak
Cendekia (07)
3.
Dendi Rizky
R (08)
4.
Harari
Netanya T (15)
5.
Margarita
Eka A (19)
6.
Melani
Lailatul U.N.H (20)
7.
Muhammad
Mustakhid N (21)
8.
Tito
Kevin S (32)
B. KEBIJAKAN POKOK MASA PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA
350 tahun lamanya Indonesia
dijajah oleh Belanda, akhirnya pada tahun 1942 Indonesia terbebas dari jeratan
kolonialisme Belanda. Walaupun begitu, Indonesia belum dapat dikatakan
"bebas". Pasalnya, pada saat itu bukannya terbebas dari penjara perbudakan,
malahan berpindah tangan dari Belanda ke Jepang.
Masa pendudukan Jepang di Indonesia adalah masa
yang sangat berpengaruh bagi perkembangan Indonesia. Mulai dari titik ini, Indonesia dihadapkan dalam masa paling kelam dan
penuh penderitaan yang melebihi daya tindas negeri kincir angin itu sendiri.
Akan tetapi tidak sema hal yang dilakukan oleh Jepang itu merugikan, ada
beberapa kebijakan pemerintah pendudukan Jepang yang memberikan dampak positif,
meskipun tujuan akhirnya hanyalah untuk meningkatkan keberhasilan Jepang semasa
perang. Berikut ini adalah macam macam kebijakan sewaktu Jepang memegang
kekuasaan di Indonesia.
1.
Bidang Politik
Pada masa awal pendudukan,
Jepang menyebarkan propaganda yang menarik. Sikap Jepang pada awalnya
menunjukkan kelunakan, misalnya: mengizinkan bendera Merah Putih dikibarkan di
samping bendera Jepang (Hinomaru), mengizinkan penggunaan Bahasa Indonesia
selain Bahasa Jepang dalam kehidupan sehari-hari, dan mengizinkan menyanyikan
lagu indonesia raya disamping lagu kebangsaan Jepang (Kimigayo).
Sikap lunak Jepang ternyata
tidak berjalan lama. Beberapa minggu setelahnya, Jenderal Imamura mengubah
semua kebijakannya. Semua surat kabar dilarang keberadaannya serta
diberhentikan untuk penerbitannya dan harus digantikan dengan koran Jepang-Indonesia,
dan semua partai politik rakyat pribumi dibubarkan dan dihapuskan. Sebagai
gantinya Jepang membentuk organisasi-organisasi baru. Tentunya untuk
kepentingan Jepang itu sendiri.
Selain itu Jepang juga
membentuk 8 bagian pada pemerintah pusat dan bertanggung jawab pengelolaan
ekonomi pada syu (karesidenan). Dalam
susunan pemerintah daerah di Jawa terdiri atas,
·
Syu (Karesidenan yang dipimpin oleh Syucho,
·
Si (Kotamadya) dipimpin oleh Sicho,
·
Ken (Kabupaten) sipimpin oleh Kencho,
·
Gun (Kewedanan) dipimpin oleh Guncho,
·
Son (Kecamatan) dipimpin oleh Soncho,
·
Ku (Desa/Kelurahan) dipimpin oleh Kuncho.
2.
Bidang Ekonomi
Semasa awal pendudukan Jepang,
ekonomi Indonesia mengalami kelumpuhan obyek-obyek vital, terutama pada pertambangan
dan industri akibat dibumihanguskan oleh Sekutu. Untuk menormalisasi keadaan,
Jepang banyak melakukan kegiatan produksi. Namun, semua kegiatan ekonomi itu
hanya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan perang Jepang, seperti membangun
pabrik senjata dan mewajibkan rakyat menanam pohon jarak.
Bersamaan dengan hal itu
Jepang juga menerapkan sistem autarki, dimana sistem ini mengharuskan tiap-tiap
daerah dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Namun karena Jepang lebih berfokus
pada perekonomian perang, semua kekayaan beserta tugas rakyat dikorbankan untuk
kepentingan perang. Mengakibatkan rakyat hidup menderita, miskin, kelaparan,
dan tidak jarang terjadi kematian.
Selain itu untuk mengendalikan
harga barang dan pembatasan produksi hasil pertanian dan perkebunan Jepang
menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan sanksi pelanggaran
yang sangat berat. Hasil perkebunan seperti teh, kopi dan tembakau, dibatasi
karena tidak langsung berkaitan dengan kebutuhan perang. Tak hanya itu, Jepang
juga melakukan pemaksaan menanam pohon jarak dan kapas pada lahan pertanian dan
perkebunan yang secara tak langsung merusak tanah.
3. Bidang Pendidikan
Pada pemerintahan Jepang, siapa saja boleh
mengenyam/merasakan pendidikan. Kebijakan ini menggeser diskriminasi/perbedaan
yang diterapkan Belanda, sehingga rakyat dari lapisan manapun berhak untuk
mengenyam pendidikan formal. Sama seperti negaranya Jepang juga menerapkan
jenjang pendidikan formal, yaitu: SD 6 tahun, SMP 3 tahun dan SMA 3 tahun, yang
sampai saat ini masih berlaku di Indonesia.
Sistem pengajaran dan kurikulum Jepang mengambil
banyak kemiripan dengan yang ada di negaranya. Sesuai dengan tujuan Jepang
sebenarnya yakni untuk menjepangkan rakyat Indonesia dan menanamkan rasa
kecintaan kepada Jepang.
Namun terdapat satu hal yang melemahkan dari
aspek pendidikan adalah sistem pengajaran dan kurikulum disesuaikan untuk
kepentingan perang. Meskipun begitu, terdapat nilai bagus yang dapat diabadikan
dalam pendidikan jepang, yakni sikap menaruh hormat terhadap guru dan orang
tua.
4. Bidang
Sosial
Desakan
oleh tentara sekutu mendorong Jepang mengerahkan tenaga rakyat atau Romusha
guna membangun sarana dan prasarana kepentingan Jepang,serta objek-objek
vitalnya, seperti: Membangun jalan, lapangan terbang, goa-goa untuk tempat
persembunyian, benteng-benteng, kubu pertahanan, dan rel kereta api. Banyak
juga rakyat dipulau Jawa dikirim keluar Jawa yaitu ke Aceh, Maluku, Sulawesi
bahkan ke luar negeri seperti ke Malaysia, Myanmar, dan Muang Thai. Seluruh
Romusha yang dipekerjakan jepang dipaksa bekerja keras tanpa diberi upah dan
makanan. Akibatnya banyak romusha yang meninggal dan terjangkit wabah penyakit.
Tak
hanya itu, Jepang juga mengatur sistem stratifikasi sosial dalam masyarakat.
Stratifikasi sosial pada masa pendudukan Jepang terdiri dari:
·
Golongan teratas yaitu golongan Jepang,
·
Golongan kedua yaitu golongan pribumi,
·
Golongan ketiga yaitu golongan Timur Asing,
5.
Bidang Budaya
Bahasa Belanda yang sebelumnya
diwajibkan oleh Kolonial Belanda, kini menjadi tabu saat pendudukan jepang.
Digantikan oleh kewajiban menggunakan Bahasa Jepang selain Bahasa Indonesia.
Papan nama dalam toko, rumah
makan, atau perusahaan yang berbahasa Belanda diganti dengan bahasa Indonesia
atau bahasa Jepang. Surat kabar dan film yang berbahasa Belanda dilarang
beredar.
Rakyat juga diharuskan
membungkukan badan kearah timur sebagai tanda hormat kepada kaisar di Jepang
pada setiap pagi hari (Seikerei). Hal ini tentu saja sangat menyinggung rakyat
Indonesia yang mayoritas muslim, karena dianggap menyembah kepada kaisar Jepang
yang dianggap sebagai keturunan dewa matahari, padahal orang muslim hanya
melakukan penghormatan kepada Allah SWT.
6.
Bidang Militer
Dalam rangka memperkuat
kedudukan dalam menghadapi sekutu Jepang juga melibatkan para pemuda untuk
dibina dan dimobilisasi dalam latihan militer. Oleh karena itu Jepang membentuk
organisasiorganisasi semimiliter dan organisasi militer, yakni:
a. Gerakan 3A, dengan isinya : Nippon cahaya Asia,
Nippon pelindung Asia, Nippon pemimpin Asia.Yang dipimpin oleh
Syamsuddin.Tujuannya didirikan untuk menanamkan kepercayaan kepada rakyat bahwa
Jepang adalah pembela Indonesia.
b. MIAI (Majlis Islam A'la Indonsia).Organisasi ini
masih tetap berjalan karena masih diperbolehkan Jepang karena tidak termasuk
kedalam partai politik.Pemimpinnya KH.Masmansyur,
c. PUTRA (Pusat tenaga rakyat), dibentuk pada 1 Maret
1943, yang dipimpin oleh empat serangkai yaitu: Ir.Soekarno, Moh.Hatta,
KH.Dewantara dan KH.Masmansyur. Tujuannya dibentuk untuk memberikan pembelaan
kepada Jepang. Tetapi bagi tokoh-tokoh Indonesia justru untuk membina
kader-kader bangsa dan menggembleng mental rakyat agar mampu berjuang menuju
kemerdekaan.
d. Badan Pertimbangan Pusat (Chuo Sang In) Chuo Sang
In dibentuk pada tanggal 5 September 1943 atas anjuran Perdana Menteri Jenderal
Hideki Tojo. Ketuanya adalah Ir. Soekarno sedangkan wakilnya adalah R.M.A.A
Koesoemo Oetojo dan dr. Boentaran Martoatmojo. Tugas badan ini adalah memberi
masukan dan pertimbangan kepada pemerintah Jepang dalam mengambil keputusan.
e. PETA, pada tanggal 3 Oktober 1943 Jepang membentuk
barisan sukarela yang disebut Pembela Tanah Air yang disingkat PETA. Peta ini
terdiri dari pemuda-pemuda Indonesia yang dilatih sebagai prajurit di bawah
pengawasan opsir-opsir Jepang.Namun kemudian Peta inilah yang kemudian menjadi
inti dari Tentara Nasional Indonesia pada zaman Revolusi Kemerdekaan. Dengan
adanya Peta ini, diharapkan rakyat Indonesia dapat mempertahankan wilayahnya
sendiri, apabila sewaktu-waktu Jepang meninggalkan negeri ini. Itulah sebabnya,
maka disetiap kabupaten dibentuk Peta. Nama Peta untuk tingkat kabupaten
disebut Daidan, dan dikepalai oleh seorang Daidanco.
f. Jawa Hokokai (Gerakan kebaktian Jawa). Dibentuk
pada tahun 1944.Organisasi ini dibentuk karena semakin memanasnya perang Asia
Pasifik dan memiliki tiga dasar yaitu: mengorbankan diri, mempertebal
persaudaran, dan melaksanakan tugas untuk Jepang.
C. PERBANDINGAN KEBIJAKAN JEPANG PADA MASA AWAL DENGAN
MASA AKHIR PENDUDUKAN DI INDONESIA.
1. Kebijakan Jepang pada masa awal pendudukan
Sesaat seteleh keberhasilan Jepang mengusir Belanda
dari tanah air, Jepang mempropagandakan seruan untuk bersatu. Jepang menyebut
dirinya sebagai saudara tua dari bangsa Indonesia. Oleh karena itu,
kedatangannya di Indonesia harus dipandang sebagai pelindung yang akan
mendatangkan kemakmuran bersama di Asia Timur Raya, termasuk Indonesia. Adapun
prioritas kebijakan Jepang terhadap Indonesia ialah:
1. Menghapuskan pengaruh Barat
2. Memobilisasikan rakyat Indonesia demi kemenangan Jepang
Usaha-usaha pemerintah pendudukan Jepang di
Indonesia meliputi:
1) Melarang pemakaian bahasa Belanda dan bahasa
Inggris dan memajukan pemakaian bahasa Jepang.
2) Memperkenalkan penggunaan kalender Jepang.
3) Melarang semua kegiatan politik dan membubarkan
semua perkumpulan yang ada.
Tak hanya itu, untuk menarik simpati dan
dukungan rakyat terhadap usaha perang, Jepang membentuk Dewan Penasehat Pusat
(Chuo Sangi In) dan Dewan Daerah (Shu Sangi Kai) untuk membantu menjalankan
roda pemerintahan. Sikap ramah dan lunak ini berlanjut, dimana lagu Indonesia
Raya dan bendera Merah Putih boleh dikibarkan. Para pemimpin politik yang
dipenjara pada masa sebelumnya dibebaskan.
Birokrasi pemerintahan masa kolonial Belanda
dilakukan perubahan. Jabatan gubernur jendral dihapus dan diganti kepala AL
Jepang (Gunseikan). Sistem informasi/ pers dibentuk kantor berita Domei. Dalam
aspek keamanan, seluruh rakyat dilibatkan agar ikut bertanggungjawab dalam
keamanan daerah masing-masing.
Waktu itu, Jepang berusaha untuk menarik simpati
dari bangsa ini agar tetap dipandang sebagai saudara tuanya. Rakyat diberi tahu
bahwa yang menjadi musuhnya adalah Inggris, Belanda dan Amerika. Kesempatan dan
kebijaksanaan Jepang yang demikian dapat juga dimanfaatkan oleh bangsa
Indonesia dalam memperkuat perjuangan nasional. Hal ini terbukti dari gerakan
para pemuda Indonesia yang terlibat dalam berbagai organisasi yang dibentuk
Jepang.
Kebijakan pendudukan Jepang dengan beberapa
organisasi yang dibentuknya, sedikit banyak telah memberikan keuntungan bangsa
Indonesia. Organisasi seperti Putera, Jawa Hokokai, Barisan Pelopor, telah
dimanfaatkan Bangsa Indonesia untuk membina kader-kader pejuang yang tangguh.
Bahkan, secara diam-diam telah digunakan untuk mengobarkan semangat
nasionalisme demi perjuangan nasional.
2. KEBIJAKAN JEPANG PADA MASA AKHIR PENDUDUKAN
1) Aspek ekonomi dan social
Pada tahun 1944, kondisi
politis dan militer Jepang mulai terdesak, sehingga tuntutan akan kebutuhan
bahan-bahan perang makin meningkat. Untuk mengatasinya pemerintah Jepang
mengadakan kampanye penyerahan bahan pangan dan barang secara besar-besaran
melalui Jawa Hokokai dan Nagyo Kumiai (koperasi pertanian), serta instansi
resmi pemerintah. Dampak dari kondisi tersebut, rakyat dibebankan menyerahkan
bahan makanan 30% untuk pemerintah, 30% untuk lumbung desa dan 40% menjadi hak
pemiliknya. Sistem ini menyebabkan kehidupan rakyat semakin sulit, gairah kerja
menurun, kekurangan pangan, gizi rendah, penyakit mewabah melanda hampir di
setiap desa di pulau Jawa salah satunya: Wonosobo (Jateng) angka kematian 53,7%
dan untuk Purworejo (Jateng) angka kematian mencapai 224,7%. Bahkan pada saat
itu rakyat dipaksa makan makanan hewan seperti keladi gatal, bekicot, umbi-umbian.
Sulitnya pemenuhan
kebutuhan pangan semakin terasakan bertambah berat pada saat rakyat juga
merasakan penggunaan sandang yang amat memprihatinkan. Pakaian rakyat compang
camping, ada yang terbuat dari karung goni yang berdampak penyakit gatal-gatal
akibat kutu dari karung tersebut. Adapula yang hanya menggunakan lembaran karet
sebagai penutup.
2) Aspek kehidupan militer
Pembentukan Jawa
Hokokai. Memasuki tahun 1944 kondisi Jepang bertambah buruk. Satu persatu
wilayahnya berhasil dikuasai Sekutu, bahkan serangan langsung mulai diarahkan
ke negeri Jepang sendiri. Melihat kondisi tersebut pada tanggal 9 September
1944 PM Kaiso mendeklarasikan janji kemerdekaan untuk Indonesia di kemudian
hari. Janji ini semata-mata untuk memotivasi bangsa Indonesia agar tetap setia
membantu perjuangan militer Jepang dalam menghadapi Sekutu. Beberapa hari
sesudah janji kemerdekaan dibentuklah Benteng perjuangan Jawa (Jawa Sentotai) yang
merupakan bagian dari Jawa Hokokai, bahkan organisasi lainpun dibentuk seperti
Barisan Pelopor (Suisyintai) yang dipimpin langsung oleh Ir. Soekarno, Sudiro,
RP. Suroso, Otto Iskandardinata dan Dr. Buntaran Martoatmojo.
Seiring berjalannya waktu, pihak sekutu berhasil
menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh
dunia dengan membumihanguskan kota Hiroshima. Sehari kemudian Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, atau "Dokuritsu Junbi
Cosakai", berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang. Pada
tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga
menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun
dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
pertanyaan gue , mengapa jenderal imamura mengubah kebijakan jepang tersebut?
BalasHapus